Ari Yusuf Amir adalah lulusan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan merupakan murid dari Artidjo Alkostar. Ari menyelesaikan Magister Hukum jurusan Hukum Bisnis di Universitas Indonesia (UI). Ari berpengalaman dalam menangani hukum perusahaan dan investasi, sejak sepuluh tahun lalu ia menjadi konsultan di perusahaan PMA dan PMDN. Ia juga menguasai Hukum Pertambangan, Hukum Bisnis, dan Hukum Keimigrasian. Ia memulai karir profesional dari anak tangga terbawah, dengan menjadi pengacara pidana maupun perdata di Lembaga Pembela Hukum (LPH) Yogyakarta, yang mendampingi kalangan masyarakat bawah yang diperlakukan tidak adil oleh berbagai pihak.
Sejak mahasiswa ia juga dikenal sebagai aktivis yang sangat aktif dalam aneka kegiatan kemahasiswaan, bahkan pernah menjadi Ketua Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (I S M A H I). Menjadikan Kepengacaraan sebagai jalan hidup, ia dikenal sebagai advokat yang berintegeritas tinggi. Ia juga tak segan untuk mendampingi klien untuk kasus-kasus besar, kontroversial, dan berisiko tinggi demi menegakkan hukum dan keadilan.
Sebagai murid Artidjo, Ari tentu mengenal sosok gurunya tersebut. Berikut wawancara FORUM dengan Ari via telepon seluler pekan lalu :
Hanya dalam 4 bulan tahun ini Artidjo memperberat hukuman terpidana korupsi. Karena itulah dia kembali disebut-sebut sebagai calon Jaksa Agung. Bagaimana menurut anda?
Saya setuju beliau jadi Jaksa Agung. Tapi masalahnya apakah beliau bersedia jadi calon Jaksa Agung. Sebentar lagi beliau pensiun sebagai Hakim Agung. Dan beliau pernah bilang , cukuplah di gerbang terakhir keadilan, yakni Mahkamah Agung (MA). Tapi menurut saya tidak ada kata berhenti untuk memperjuangkan keadilan, termasuk misalnya dengan menjadi Jaksa Agung.
Apakah menurut anda Artidjo cocok jadi Jaksa Agung?
Sosok Jaksa Agung yang ideal menurut saya adalah yang memiliki ketulusan, pengetahuan, dan keberanian. Beliau memiliki ketiganya. Pak Artidjo senantiasa tulus dalam memperjuangkan keadilan, termasuk memperberat hukuman kepada terpidana kasus korupsi. Sebagai profesor, beliau juga memiliki pengetahuan. Keberaniannya pun sudah teruji. Tak jarang beliau diancam pihak-pihak tertentu ketika menjalankan tugas sebagai penegak hukum.
Kehadiran Pak Artidjo sebagai Hakim Agung sangat mewarnai MA. Keberanian selaku Ketua Majelis Hakim Kasasi memperberat hukuman terpidana kasus Korupsi telah menaikkan citra MA.
Apakah anda yakin Artidjo juga tidak mudah digoda oleh suap ?
Saya percaya. Bukan sekali dua kali beliau digoda oleh iming-iming uang. Suatu kali beliau ditawari sejumlah besar uang dan fasilitas, namun beliau menolaknya.
Seperti apa anda mengenal Artidjo ?
Saya kenal Artidjo sejak 90-an. Beliau pernah menjadi dosen saya di UII. Saya juga pernah bergabung di LBH yang didirikan Artidjo. Bagi saya, Artidjo sosok yang pantang menyerah. Di saat menjadi pengacara, di jaman Orba, dia mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah. Sekecil apapun, dia selalu berbuat. Sebagai sosok yang konsisten di bidag hukum, Artidjo memang memaknai hukum berdasarkan filosofi yang kuat. Biar pun aturan hukum berubah, filosofi hukum Artidjo tetap ada, yakni keadilan. Itulah yang dia pahami. Hukum tanpa filosofi adalah hukum tanpa makna (jiwa).